Halaman

Pemilu Pakai Fisika

Fisika dan Pemilu? Aneh apa hubungannya? Apa mungkin Fisika
dihubungkan dengan Pemilu? Fisika kan ilmu eksak, sedangkan pemilu itu
berhubungan dengan ilmu sosial, mana mungkin bisa nyambung? Pertanyaan ini
mungkin bisa muncul dibenak kita semua. Namun dengan semakin berkembangnya
ekonofisika dan sosiofisika, hubungan ini jadi mungkin. Ayo kita lihat bagaimana
hubungan fisika dan pemilu itu.
Pemilu 2004 merupakan pesta demokrasi. Seluruh rakyat berbondongbondong
ke tempat pemungutan suara untuk menentukan masa depan negara. Satu hal
yang menarik dari pemilu 2004 adalah pemilu ini merupakan pemilu langsung. Tiap
orang mencoblos tidak hanya logo partai, tapi juga orang-orang yang akan duduk di
kursi legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah) serta kursi
eksekutif (kursi presiden dan wakil presiden). Sudah satu jenjang pemilu yang kita
ikuti, yaitu pemilihan legislatif, sekarang kita akan memasuki pemilihan eksekutif
yang tentu menyimpan fenomena yang sangat menarik untuk diamati. Jika
pergerakan saham menjadi fokus perhatian ekonofisika (econophysics), maka
pemungutan suara dan pemilu bisa merupakan salah satu pusat perhatian sosiofisika
(sociophysics).
Bagaimana fisika memandang pemilu 2004? Informasi apa yang bisa kita
ambil dari susunan perolehan suara yang ada? Angka-angka perolehan suara tiap
partai dan tiap calon anggota DPD tentu menyimpan makna yang menarik untuk
dibedah. Di luar analisis statistika yang berkembang saat ini, fisika mempunyai
metode mekanika statistik yang menarik untuk menganalisis data-data perolehan
suara. Metode ini sudah biasa digunakan dalam ekonofisika.
Para ahli statistik tahu bahwa semua data memiliki sifat distribusi. Distribusi
yang paling terkenal adalah distribusi Gaussian yang sering disebut distribusi acak.
Artinya jika sistem itu mempunyai sifat acak yang tinggi maka distribusinya
cenderung Gaussian. Bentuk distribusi ini seperti bentuk sebuah bel.
Distribusi lain adalah distribusi power-law (distribusi hukum pangkat).
Distribusi ini dinyatakan dalam persamaan sederhana P(x) ~ x-a (x pangkat minus a)
dengan a merupakan suatu bilangan konstan. Pada distribusi ini terjadi kesenjangan

distribusi, populasi tidak tersebar merata, ada bagian yang populasinya sangat banyak,
tetapi ada bagian yang populasinya sangat sedikit.
Sifat distribusi power-law ini dapat ditemukan dalam peristiwa fisika
terutama yang berhubungan dengan keadaan kritis. Misalnya air pada suhu 374
derajat Celsius dan tekanan sekitar 220 atm. Pada kondisi ini air berada pada kondisi
kritis yaitu antara cair dan gas. Ketika suhu air dinaikkan sedikit saja, massa jenis,
kompresibilitas dan viskositas air ini akan berubah secara drastis mengikuti powerlaw
(hukum pangkat). Apa yang menyebabkan demikian? Disini molekul-molekul air
melakukan tindakan mengatur dirinya (self-organizing critically) untuk mengubah
massa jenis, kompresibilitas, dan viskositas air tersebut.
Per Bak, seorang fisikawan Denmark mengatakan bahwa sifat pengaturan diri
sendiri ini terjadi pada semua sistem yang berada pada keadaan kritis. Sebagai
illustrasi ia mengatakan bahwa ketika pasir dituangkan diatas permukaan lantai, pasir
akan membentuk suatu bukit kecil. Bukit ini makin lama makin tinggi sampai suatu
ketinggian tertentu. Setelah itu terjadi keanehan. Kemiringan bukit ini tidak berubah
walaupun bukit bertambah tinggi. Menurut Per Bak setelah bukit mencapai suatu
kemiringan tertentu (kondisi kritis), pasir-pasir akan mengatur dirinya sedemikian
sehingga kemiringan bukit tidak berubah. Alam ternyata dilengkapi sang pencipta
dengan kemampuan mengatur diri ketika berada dalam keadaan kritis.
Sifat power-law yang berhubungan dengan pengaturan diri dalam kondisi
kritis ini terjadi pada berbagai fenomena lain seperti distribusi kekayaan (orang kaya
makin kaya dan orang miskin tambah miskin), populasi kota-kota (kota-kota tertentu
sangat banyak penduduknya, kota lain sangat kurang) dan situs-situs internet (ada
situs yang sangat banyak diakses tetapi situs lain sangat kurang). Disini orang
mengatur dirinya untuk memilih daerah-daerah atau hal-hal yang lebih menyenangkan
dan memberikan keuntungan.
Sifat pengaturan diri ini terdapat juga pada mereka yang sering berpikir
positif. Ketika di pagi hari kita berkata bahwa hari ini sangat indah dan
membahagiakan, maka terjadi suatu pengaturan diri yang membuat hari ini menjadi
indah dan membahagiakan. Sebaliknya ketika kita berpikir negatif, kusut, dan sial.
Yang terjadi adalah demikian. Jadilah seperti apa yang kita percayai.

Menakjubkan! Sifat pengaturan diri pada kondisi kritis ini juga ditemui dalam
distribusi hasil pemilu 2004 dan 1999. Ini terlihat dari sifat power-law data hasil
pemilu ini. Jika kita gambarkan grafik kemungkinan sebuah kontestan pemilu untuk
memperoleh sejumlah suara sebagai fungsi jumlah suara tersebut, kita dapatkan
grafiknya berupa power law, di mana bilangan pangkatnya mendekati satu. Jika
digambarkan dalam skala logaritma grafik ini akan berbentuk garis lurus dengan
kemiringan garis menyatakan pangkat dari power law ini. Kemiringan grafik ini a
=1.632 untuk tahun 1999 dan a=1.41 untuk tahun 2004 (lihat gambar). Hasil ini
menceritakan pada kita bahwa dalam pemilu ini masyarakat mengatur diri (self
organizing) untuk memilih partai sesuai yang dikehendakinya. Dengan kata lain
pemilu bersifat demokratis (masyarakat memilih sesuai dengan kebebasannya).
Semakin pangkat power-law-nya mendekati satu (a = 1) semakin demokratis pemilu
tersebut.
Dilihat dari nilai bilangan pangkatnya, pemilu 2004 tampak lebih demokratis
dibandingkan dengan pemilu 1999. Namun perbedaan ini tidak terlalu banyak. Ada
dua hal yang kita bisa analisa dari hasil ini yaitu pertama, pola yang hampir sama
dari kedua distribusi tersebut menunjukkan bahwa pandangan masyarakat terhadap
keberadaan partai politik tersebut tidak berbeda jauh untuk tahun 1999 dan 2004. Hal
ini sebenarnya cukup memberikan tanda tanya karena telah terjadi perubahan yang
cukup besar dalam aturan pemilu 2004 relatif terhadap 1999. Pemilu 2004 memilih
calon wakil rakyatnya secara langsung sedangkan pemilu 1999 tidak. Kesimpulan
yang kita bisa ambil adalah bahwa rakyat masih kurang memahami perbedaan sistem
pemilu tidak langsung (1999) dan langsung (2004).
Kedua, distribusi power-law dalam pemilu tersebut menunjukkan bahwa
kedua pemilu tersebut telah mengkondisikan masyarakat pada keadaan kritis, dimana
masyarakat diminta untuk menentukan pilihannya berdasarkan kehendaknya. Jadi
disini masyarakat mengatur dirinya untuk memilih sesuai dengan keinginannya
(demokratis). Sehingga kita boleh katakan bahwa pemilu 1999 dan 2004 memang
cukup demokratis. Jadi, meskipun pemahaman rakyat atas partai politik yang
dipilihnya dalam pemilu tidak terlihat begitu jauh berbeda, namun sifat power-law
pada kedua pemilihan tersebut telah menunjukkan bahwa keduanya tetap
menunjukkan bahwa kedua pemilu cukup demokratis.

Dengan analisis yang sama kita melihat bahwa pemilihan suara calon anggota
DPD ternyata lebih demokratis lagi. Ini ditunjukkan dari sifat power-law pada
distribusi perolehan suara calon anggota DPD yang bilangan pangkatnya sama dengan
satu.
Pemilihan Presiden mendatang
Berdasarkan sifat self-organizing critically atau sifat pengaturan diri pada kondisi
kritis, pada pemilihan presiden nanti dapat diprediksi bahwa presiden yang terpilih
adalah orang yang paling banyak melakukan sosialisasi ke masyarakat luas baik
melalui media massa, maupun melalui kunjungan-kunjungan atau tatap muka
langsung. Melalui sosialisasi ini masyarakat akan dikondisikan pada keadaan kritis
untuk menentukan pilihannya. Pada kondisi kritis masyarakat akan mengorganisasi
dirinya (self organizing) untuk memilih orang yang dianggapnya paling
memperhatikan dia atau orang yang paling sering ia lihat baik gambarnya ataupun
fisiknya secara langsung. Untuk para calon presiden, selamat berkampanye sebanyakbanyaknya.
(Yohanes Surya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar